Disusun
Oleh: Yonathan A. Pahlevi, SH
Pendahuluan
Dalam paper ini akan dibahas
beberapa hal mendasar mengenai cukai seperti pengertian cukai, tarif cukai,
pelunasan cukai, dan upaya hukum terkait penetapan cukai. Pembahasannya hanya
dituangkan secara sederhana agar lebih mudah untuk dipelajari. Semoga paper
yang singkat dan sederhana ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.
Latar Belakang Terbitnya Undang-Undang Cukai[1]
Pada mulanya pengaturan mengenai
cukai masih terpisah dalam ordonansi-ordonansi yang belum diundangkan seperti
Ordonansi Cukai Minyak Tanah, Ordonansi Cukai Alkohol Sulingan, Ordonansi Cukai
Bir, Ordonansi Cukai Tembakau, dan Ordonansi Cukai Gula.
Peraturan perundang-undangan cukai
dalam beberapa ordonansi tersebut bersifat diskriminatif dalam pengenaan
cukainya, yang tercermin pada pembebanan cukai atas impor Barang Kena Cukai,
yaitu gula, hasil tembakau, dan minyak tanah dikanai cukai atas pengimporannya,
sedangkan bir dan alkohol sulingan tidak dikenai cukai.
Selain itu, peraturan
perundang-undangan cukai tersebut objeknya terbatas, padahal pembangunan
nasional membutuhkan sumber pembiayaan, terutama berasal dari penerimaan dalam
negeri. Oleh karena itu, potensi yang ada masih dapat digali dengan memperluas
objek cukai sehingga sumbangan dari sektor cukai terhadap penerimaan negara
dapat ditingkatkan.
Berdasarkan hal-hal di atas,
kemudian dibentuk Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai. Dengan
mengacu pada politik hukum nasional, penyatuan materi yang diatur dalam
Undang-Undang Cukai merupakan upaya penyederhanaan hukum di bidang cukai yang
diharapkan dalam pelaksanaannya dapat diterapkan secara praktis, efektif, dan
efisien.
Pada tahun 2007 kemudian
diterbitkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 Tentang Perubahan Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai. Ada beberapa hal yang mendasari dilakukannya
perubahan tersebut. Pertama, dalam pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun
1995 Tentang Cukai, disadari masih terdapat hal-hal yang belum tertampung untuk
memberdayakan peranan cukai sebagai salah satu sumber penerimaan negara,
sehingga perlu dilakukan perubahan sejalan dengan perkembangan sosial ekonomi
dan kebijakan pemerintah.
Kedua, pengenaan cukai perlu
dipertegas batasannya sehingga dapat memberikan landasan dan kepastian hukum
dalam upaya menambah atau memperluas objek cukai dengan tetap memperhatikan
aspirasi dan kemampuan rakyat.
Ketiga, perlunya upaya
penyempurnaan sistem administrasi pungutan cukai dan penungkatan upaya
penegakan hukum serta penegasan pembinaan pegawai dalam rangka tata
pemerintahan yang baik.
Pengertian Cukai dan Obyek Cukai
Cukai adalah pungutan negara yang
dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau
karakteristik yang ditetapkan dalam Undang-Undang Cukai. Cukai merupakan pajak
negara yang dibebankan kepada pemakai dan bersifat selektif serta perluasan
pengenaannya berdasarkan sifat atau karakteristik objek cukai.
Sifat atau karakteristik dimaksud diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang
Cukai, yaitu:
- Barang yang konsumsinya perlu dikendalikan;
- Barang yang peredarannya perlu diawasi;
- Barang yang pemakaiannya dapat menimbulkan dampat negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup; atau
- Barang yang pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.
Barang yang memenuhi sifat atau karakteristik tersebut disebut dengan
Barang Kena Cukai (BKC). Sampai saat ini, hanya ada tiga jenis barang yang
dikenakan cukai, yaitu:[2]
- Etil alkohol atau etanol, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya;
- Minuman yang mengandung etil alkohol dalam kadar berapapun, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya, termasuk konsentrat yang mengandung etil alkohol;
- Hasil tembakau, yang terdiri dari sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, dan hasil pengolahan tembakau lainnya, dengan tidak mengindahkan digunakan atau tidak bahan pengganti atau bahan pembantu dalam pembuatannya.
Meskipun
hanya tiga jenis barang tersebut yang dikenakan cukai menurut Undang-Undang
Cukai, akan tetapi masih dimungkinkan untuk dilakukan perluasan objek cukai
berdasarkan perkembangan keadaan. Instrumen hukum untuk perluasan objek cukai
tersebut adalah sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang
Cukai, yakni menggunakan Peraturan Pemerintah.
Berikut ini
adalah pengertian dari beberapa istilah barang kena cukai berupa hasil
tembakau:
No
|
Istilah
|
Pengertian
|
1.
|
Sigaret
|
Hasil
tembakau yang dibuat dari tembakau rajangan yang dibalut dengan kertas dengan
cara dilinting, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan
bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
|
2.
|
Sigaret
Kretek
|
Sigaret
yang dalam pembuatannya dicampur dengan cengkih, atau bagiannya, baik asli
maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya.
|
3.
|
Sigaret
Putih
|
Sigaret
yang dalam pembuatannya tanpa dicampuri dengan cengkih, kelembak, atau
kemenyan.
|
4.
|
Sigaret
Kretek Mesin (SKM)
|
Sigaret
kretek yang dalam pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter,
pengemasannya dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan
pita cukai, seluruhnya, atau sebagian menggunakan mesin.
|
5.
|
Sigaret
Putih Mesin (SPM)
|
Sigaret
putih yang dalam pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter,
pengemasannya dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan
pita cukai, seluruhnya, atau sebagian menggunakan mesin.
|
6.
|
Sigaret
Kretek Tangan (SKT)
|
Sigaret
kretek yang dalam pembuatannya mulai dari pelintingan, pengemasannya dalam
kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, tanpa
menggunakan mesin.
|
7.
|
Sigaret
Putih Tangan (SPT)
|
Sigaret
putih yang dalam pembuatannya mulai dari pelintingan, pengemasannya dalam
kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, tanpa
menggunakan mesin
|
8.
|
Sigaret
Kretek Tangan Filter (SKTF)
|
Sigaret
kretek tangan yang dalam pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan
filter, pengemasannya dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan
pelekatan pita cukai, tanpa menggunakan mesin
|
9.
|
Sigaret
Putih Tangan Filter (SPTF)
|
Sigaret
putih yang dalam pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter,
pengemasannya dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan
pita cukai, tanpa menggunakan mesin
|
10.
|
Sigaret
Kelembak Kemenyan (KLM)
|
Sigaret
yang dalam pembuatannya dicampur dengan kelembak dan/atau kemenyan asli
maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya
|
11.
|
Cerutu
(CRT)
|
Hasil
tembakau yang dibuat dari lembaran-lembaran daun tembakau diiris atau tidak,
dengan cara digulung demikian rupa dengan daun tembakau, untuk dipakai, tanpa
mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam
pembuatannya
|
12.
|
Rokok
Daun atau Klobot (KLB)
|
Hasil
tembakau yang dibuat dengan daun nipah, daun jagung (klobot), atau
sejenisnya, dengan cara dilinting, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan
pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya
|
13.
|
Tembakau
Iris (TIS)
|
Hasil
tembakau yang dibuat dari daun tembakau yang dirajang, untuk dipakai, tanpa
mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam
pembuatannya.
|
14.
|
Hasil
Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL)
|
Hasil
tembakau yang dibuat dari daun tembakau selain yang telah disebutkan di atas
yang dibuat secara lain sesuai dengan perkembangan teknologi dan selera
konsumen, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang
digunakan dalam pembuatannya
|
Tarif Cukai
Dalam UU:
- Untuk hasil tembakau, dikenai cukai berdasarkan tarif paling tinggi:
1)
Untuk yang dibuat di Indonesia
i.
275% (dua ratus tujuh puluh lima persen) dari Harga
Dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual pabrik; atau
ii.
57% (lima puluh tujuh persen) dari Harga Dasar apabila
harga dasar yang digunakan adalah harga jual eceran.
2)
Untuk yang diimpor:
i.
275% (dua ratus tujuh puluh lima persen) dari Harga Dasar
apabila harga dasar yang digunakan adalah nilai pabean ditambah bea masuk; atau
ii.
57% (lima puluh tujuh persen) dari Harga Dasar apabila
harga dasar yang digunakan adalah harga jual eceran.
- Untuk Barang Kena Cukai lainnya, dikenai cukai berdasarkan tarif paling tinggi:
1)
Untuk yang dibuat di Indonesia
i.
1.150% (seribu seratus lima puluh persen) dari Harga
Dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual pabrik; atau
ii.
80% (delapan puluh persen) dari Harga Dasar apabila
harga dasar yang digunakan adalah harga jual eceran.
2)
Untuk yang diimpor:
i.
1.150% (seribu seratus lima puluh persen) dari Harga
Dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah nilai pabean ditambah bea
masuk; atau
ii.
80% (delapan puluh tujuh persen) dari Harga Dasar
apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual eceran.
Berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan:
- Tarif Cukai untuk hasil tembakau:
i.
Hasil tembakau yang diproduksi dalam negeri: tarif
cukai hasil tembakau ditetapkan dengan menggunakan jumlah dalam rupiah untuk
setiap satuan batang atau gram hasil tembakau, yang penetapannya berdasarkan
pada penggolongan pengusaha pabrik hasil tembakau dan batasan harga jual eceran
per batang atau gram yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Untuk mengetahui
Batasan Harga Jual Eceran dan Tarif Cukai Per Batang Atau Gram Hasil Tembakau
Buatan Dalam Negeri, bisa dilihat pada Lampiran I paper ini, yang merupakan
Lampiran I Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.011/2010 Tentang Perubahan
Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.011/2009 Tentang Tarif
Cukai Hasil Tembakau.
Tarif cukai
hasil tembakau masing-masing pengusaha pabrik hasil tembakau atau importir
ditetapkan oleh Kepala Kantor Pelayanan dan Pengawasan Bea dan Cukai dengan
menerbitkan keputusan mengenai penetapan tarif cukai hasil tembakau.[3]
ii.
Hasil tembakau yang diimpor:
Berbeda
dengan tarif cukai untuk hasil tembakau yang diproduksi dalam negeri, tarif
cukai hasil tembakau yang diimpor diberlakukan tanpa adanya penggolongan
importir. Tarif cukai berlaku untuk semua importir tergantung pada jenis hasil
tembakau yang diimpor.
Untuk
mengetahui Tarif Cukai dan Harga Jual Minimum Hasil Tembakau Yang Diimpor, bisa
dilihat pada Lampiran II paper ini, yang merupakan Lampiran II Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.011/2010 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.011/2009 Tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.
iii.
Penyesuaian tarif cukai:
Penyesuaian
tarif cukai dilakukan dalam hal:[4]
·
Harga Transaksi Pasar[5]
telah melampaui Batasan Harga Jual Eceran per batang atau gram di atasnya à Pengusaha Pabrik Hasil
Tembakau/ Importir ajukan penyesuaian
tarif cukai;
·
Harga Transaksi Pasar pada posisi Batasan Harga Jual
Eceran per batang atau gram pada masing-masing golongan, tetapi lebih tinggi
lebih dari 5% dari harga eceran yg berlaku/ harga yg tercantum dalam pita cukai
à Pengusaha
Pabrik Hasil Tembakau atau Importir ajukan kenaikan harga jual eceran sebagai
dasar perhitungan PPN Hasil Tembakau;
·
Berdasarkan pengetahuan pejabat Bea dan Cukai: Harga
Transaksi Pasar melampaui Batasan Harga Jual Eceran per batang atau gram
dan/atau melampaui 5% dari harga jual eceran yg berlaku atau harga yg tercantum
dalam pita cukai à Direktur
Cukai a/n Dirjen Bea dan Cukai memberitahukan kepada Pengusaha Pabrik Hasil Tembakau/
Importir à Jika 30
hari tidak ada sanggahan/ permohonan dari Pengusaha Pabrik Hasil Tembakau /
Importir à Direktur
Cukai a/n Dirjen Bea dan Cukai memberitahukan kepada Kepala KPPBC untuk
melakukan penetapan penyesuaian tarif cukai Hasil Tembakau.
- Tarif cukai untuk barang kena cukai berupa etil alkohol, minuman mengandung etil alkohol, dan konsentrat mengandung etil alkohol ditetapkan berdasarkan tarif cukai spesifik.[6] Tarif cukai dimaksud ditetapkan sebagai berikut:
i.
Etil Alkohol atau Etanol:
Golongan
|
Kadar Etil Alkohol
|
Tarif Cukai (per liter)
|
|
Produksi Dalam Negeri
|
Impor
|
||
Dari semua jenis etil alkohol, kadar, dan golongan
|
Rp 20.000,-
|
Rp 20.000,-
|
ii.
Minuman yang Mengandung Etil Alkohol:
Golongan
|
Kadar Etil Alkohol
|
Tarif Cukai (per liter)
|
|
Produksi Dalam Negeri
|
Impor
|
||
A
|
Sampai dengan 5%
|
Rp 11.000,-
|
Rp 11.000,-
|
B
|
Lebih dari 5% sampai dengan 20%
|
Rp 30.000,-
|
Rp 40.000,-
|
C
|
Lebih dari 20%
|
Rp 75.000,-
|
Rp 130.000,-
|
iii.
Konsentrat yang Mengandung Etil Alkohol:
Golongan
|
Kadar Etil Alkohol
|
Tarif Cukai (per liter)
|
|
Produksi Dalam Negeri
|
Impor
|
||
Dari
semua jenis konsentrat, kadar, dan golongan, sebagai bahan baku atau bahan
penolong dalam pembuatan Minuman yang Mengandung Etil Alkohol
|
Rp 100.000,-
|
Rp 100.000,-
|
Subyek Cukai (Wajib Pajak)
Orang yang dibebani kewajiban untuk
membayar cukai adalah Pengusaha Pabrik[7]
atau Pengusaha Tempat Penyimpanan[8]
dalam hal barang kena cukai dibuat di dalam daerah pabean dan Importir atau
pihak lain sesuai Undang-Undang Kepabeanan dalam hal barang kena cukai diimpor
dan belum dibayar cukainya.
Dalam penetapan tarif cukai, pengusaha pabrik hasil tembakau dibagi ke
dalam beberapa golongan. Penggolongan pengusaha pabrik hasil tembakau diatur
dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.011/2009
Tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau. Penggolongan ini dilakukan dalam rangka
memberikan kesempatan bagi pengusaha skala kecil atau menengah untuk
berkembang. Penggolongan pengusaha pabrik hasil tembakau dikelompokkan dalam
golongan pengusaha berdasarkan masing-masing jenis dan jumlah produksi hasil
tembakau, sesuai batasan jumlah produksi pabrik sebagai berikut:
Golongan
Pengusaha Pabrik Hasil Tembakau[9]
No Urut
|
Pengusaha Pabrik
|
Batasan Jumlah Produksi Pabrik
|
|
Jenis
|
Golongan
|
||
1.
|
SKM
|
I
|
Lebih dari 2 milyar batang
|
II
|
Tidak Lebih dari 2 milyar batang
|
||
2.
|
SPM
|
I
|
Lebih dari 2 milyar batang
|
II
|
Tidak Lebih dari 2 milyar batang
|
||
3.
|
SKT atau SPT
|
I
|
Lebih dari 2 milyar batang
|
II
|
Lebih dari 400 juta batang tetapi tidak lebih dari 2 milyar batang
|
||
III
|
Tidak lebih dari 400 juta batang
|
||
4.
|
SKTF atau SPTF
|
I
|
Lebih dari 2 milyar batang
|
II
|
Tidak Lebih dari 2 milyar batang
|
||
5.
|
TIS
|
Tanpa Golongan
|
Tanpa batasan jumlah produksi
|
6.
|
KLM atau KLB
|
Tanpa Golongan
|
Tanpa batasan jumlah produksi
|
7.
|
CRT
|
Tanpa Golongan
|
Tanpa batasan jumlah produksi
|
8.
|
HPTL
|
Tanpa Golongan
|
Tanpa batasan jumlah produksi
|
Pelunasan Cukai:
Rumus penghitungan cukai: Harga Dasar x Tarif Cukai x Jumlah Barang Kena Cukai
Harga dasar yang digunakan untuk
perhitungan cukai atas barang kena cukai yang dibuat di Indonesia adalah harga
jual pabrik atau harga jual eceran.
Harga dasar yang digunakan untuk
perhitungan cukai atas barang kena cukai yang diimpor adalah nilai pabean
ditambah bea masuk atau harga jual eceran.
Cukai atas barang kena cukai yang
dibuat di Indonesia dilunasi pada saat pengeluaran barang kena cukai dari
pabrik atau tempat penyimpanan.
Cukai atas barang kena cukai yang
diimpor dilunasi pada saat barang kena cukai diimpor untuk dipakai, yakni
dimasukkan ke dalam daerah pabean dengan tujuan untuk dipakai, dimiliki, atau
dikuasai oleh orang yang berdomisili di Indonesia.
Cara pelunasan cukai dilaksanakan dengan:
- Pembayaran;
- Pelekatan pita cukai; atau
- Pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya.
Dalam hal pelunasan cukai dilakukan dengan pelekatan pita cukai atau
pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya, cukai dianggap tidak dilunasi apabila
dalam pelaksanaannya (pelekatan atau pembubuhan) tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan di bidang cukai, antara lain:
a.
Pita cukai yang dilekatkan tidak sesuai dengan tarif
cukai dan/atau harga dasar barang kena cukai yang ditetapkan;
b.
Pita cukai yang dilekatkan tidak utuh atau rusak; atau
c.
Pita cukai yang dilekatkan atau tanda pelunasan cukai
lainnya yang dibubuhkan pada barang kena cukai yang bukan haknya dan/atau tidak
sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan.
Fasilitas
Cukai tidak dipungut atas:
- Tembakau iris yang dibuat dari tembakau hasil tanaman di Indonesia yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau dikemas untuk penjualan eceran dengan bahan pengemas tradisional yangh lazim dipergunakan, apabila dalam pembuatannya tidak dicampur atau ditambah dengan tembakau yang berasal dari luar negeri atau bahan lain yang lazim dipergunakan dalam pembuatan hasil tembakau dan/atau pada kemasannya ataupun tembakau irisnya tidak dibubuhi merek dagang, etiket, atau yangh sejenis itu;
- Minuman yang mengandung etil alkohol hasil peragian atau penyulingan yang dibuat oleh rakyat di Indonesia secara sederhana, semata-mata untuk mata pencaharian dan tidak dikemas untuk penjualan eceran;
- Barang kena cukai yang diangkut terus atau diangkut lanjut dengan tujuan luar daerah pabean;
- Barang kena cukai yang diekspor;
- Barang kena cukai yang dimasukkan ke dalam pabrik atau tempat penyimpanan;
- Barang kena cukai yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang merupakan barang kena cukai;
- Barang yang telah musnah atau rusak sebelum dikeluarkan dari pabrik, tempat penyimpanan atau sebelum diberikan persetujuan impor untuk dipakai.
Pembebasan cukai dapat diberikan atas barang kena cukai:
- yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang bukan merupakan barang kena cukai (obat-obatan, etil asetat, asam asetat, dan sebagainya);
- untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
- untuk keperluan perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik;
- untuk keperluan tenaga ahli bangsa asing yang bertugas pada badan atau organisasi internasional di Indonesia;
- yang dibawa oleh penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas atau kiriman dari luar negeri dalam jumlah yang ditentukan;
- yang dipergunakan untuk tujuan sosial;
- yang dimasukkan ke dalam tempat penimbunan berikat.
Upaya Hukum:
Dalam Undang-Undang Cukai terdapat
3 upaya hukum yang dapat dilakukan oleh subyek cukai (wajib pajak) untuk
memperjuangkan keadilannya, yaitu Kebaratan, Banding, dan Gugatan. Sebagai
upaya hukum luar biasa, masih terdapat satu upaya lagi berupa Peninjauan
Kembali kepada Mahkamah Agung sebagaimana diatur dalam Pasal Undang-Undang
Pengadilan Pajak.
Keberatan diatur
dalam Pasal 41 Undang-Undang Cukai. Keberatan secara tertulis dapat diajukan
oleh orang yang berkeberatan atas penetapan pejabat bea dan cukai dalam
penegakan Undang-Undang Cukai, yang mengakibatkan kekurangan cukai dan/atau
sanksi administrasi berupa denda, kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai dalam
jangka waktu 30 hari sejak diterimanya surat tagihan dengan menyerahkan jaminan
sebesar kekurangan cukai dan/atau sanksi administrasi berua denda yang
ditetapkan.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai
memutuskan keberatan tersebut dalam jangka waktu 60 hari sejak diterimanya
pengajuan keberatan. Jika tidak ada keputusan dalam jangka waktu 60 hari, maka
keberatan dianggap dikabulkan dan jaminan dikembalikan.
Banding diatur
dalam Pasal 43A Undang-Undang Cukai. Bahwa orang yang berkeberatan atas
keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai atas keberatan, dapat mengajukan
banding dalam jangka waktu paling lama 60 hari sejak tanggal penetapan atau
keputusan kepada Pengadilan Pajak.
Gugatan diatur
dalam Pasal 43B Undang-Undang Cukai. Bahwa orang yang berkeberatan atas
pencabutan izin bukan atas permohonan sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal
14 ayat (4) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, atau
huruf I dapat mengajukan gugatan dalam jangka waktu paling lama 60 hari sejak
tanggal penetapan atau keputusan.
Peninjauan kembali sebagai
upaya hukum luar biasa diatur dalam Pasal 89 sampai dengan Pasal 93
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak.
Hal-Hal Menarik:
- Daluwarsa penagihan utang cukai 10 tahun, belum disesuaikan dengan UU KUP. Idealnya, Undang-Undang Cukai juga mengikuti ketentuan dalam UU KUP. Akan tetapi pertimbangan biaya, pikiran, dan waktu yang tidak sedikit bisa menjadi alasan yang masuk akal untuk tidak merubah hanya satu pasal dalam Undang-Undang Cukai.
- Barang Kena Cukai yang dilekati pita cukai yang tidak sesuai dengan ketentuan dianggap belum dilunasi cukainya. Kemudian bagaimana nasib pita cukai yang sudah terlanjur dilekatkan? Apakah dapat diajukan pengembalian cukai?
- Buku rekening barang kena cukai. Dalam Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Cukai ditentukan bahwa pejabat bea dan cukai wajib menyelenggarakan buku rekening barang kena cukai untuk setiap pengusaha pabrik atau pengusaha tempat penyimpanan mengenai barang kena cukai tertentu yang masih terutang cukai dan berada di pabrik atau tempat penyimpanan. Maksud dari penyelenggaraan buku rekening barang kena cukai ini adalah sebagai salah satu mekanisme pengawasan terhadap produksi, distribusi, dan pelunasan cukai atas barang kena cukai yang ada dalam daerah pabean.
- Buku rekening kredit. Dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Cukai ditentukan bahwa pejabat bea dan cukai wajib menyelenggarakan buku rekening kredit untuk setiap pengusaha pabrik yang mendapatkan kemudahan pembayaran berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7A ayat (1) Undang-Undang Cukai. Pada Pasal 19 ayat (2) juga ditentukan kewajiban pejabat bea dan cukai untuk menyelenggarakan buku rekening kredit untuk setiap pengusaha pabrik atau importir barang kena cukai mengenai cukai yang mendapatkan penundaan pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7A ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Cukai. Buku rekening kredit ini menjadi sangat penting sebagai instrumen pemantauan utang cukai beserta pelunasannya.
- Bagi hasil pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. (Pasal 66A)
[1]
Yang dimaksud dengan Undang-Undang Cukai dalam paper ini adalah Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995
Tentang Cukai.
[2]
Lihat rumusan Pasal 4 Undang-Undang Cukai
[3]
Pasal 7 PMK Nomor 181/PMK.011/2009 Tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau
[4]
Lihat rumusan Pasal 10 PMK Nomor 181/PMK.011/2009 Tentang Tarif Cukai Hasil
Tembakau
[5]
Harga Transaksi Pasar adalah besaran harga transaksi penjualan yang terjadi
pada tingkat konsumen akhir.
[6]
Diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.011/2010 Tentang Tarif Cukai
Etil Alkohol, Minuman yang Mengandung Etil Alkohol, dan Konsentrat yang
Mengandung Etil Alkohol.
[7]
Pengusaha Pabrik adalah orang yang mengusahakan tempat tertentu termasuk
bangunan, halaman, dan lapangan yang merupakan bagian daripadanya, yang dipergunakan
untuk menghasilkan barang kena cukai dan/atau untuk mengemas barang kena cukai
dalam kemasan untuk penjualan eceran.
[8]
Pengusaha Tempat Penyimpanan adalah orang yang mengusahakan tempat, bangunan,
dan/atau lapangan yang bukan merupakan bagian dari pabrik, yang dipergunakan
untuk menyimpan barang kena cukai berupa etil alkohol yang masih terutang cukai
dengan tujuan untuk disalurkan, dijual, atau diekspor.
[9]
Berdasarkan Lampiran I PMK Nomor 181/PMK.011/2009 Tentang Tarif Cukai Hasil
Tembakau, sebagaimana telah diubah dengan PMK Nomor 99/PMK.011/2010, lihat
rumusan Pasal 20A.
No comments:
Post a Comment