Friday, August 23, 2013

Meningkatkan Eksistensi Perusahaan Melalui Program CSR (Corporate Social Responsibility)


Disusun Oleh: Yonathan A. Pahlevi





Pendahuluan

Hukum ekonomi adalah rangkaian perangkat peraturan yang mengatur kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh pelaku ekonomi.[1] Definisi tersebut setidaknya menjadi rujukan yang memadai untuk mendefinisikan hukum ekonomi di tengah perdebatan para ahli hukum mengenai definisi hukum ekonomi. Hukum ekonomi merupakan hukum yang berkembang dan selalu mampu memberi solusi apabila terjadi berbagai persoalan yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi bisnis pada umumnya.[2]

Kegiatan ekonomi adalah kegiatan menjalankan perusahaan. Setiap kegiatan ekonomi atau kegiatan menjalankan perusahaan harus memenuhi unsur dan syarat-syarat: dilakukan secara terus menerus, dilakukan secara terang-terangan, dan bertujuan mencari keuntungan.[3]

Dalam memahami hukum ekonomi dapat dilakukan dengan dua metode pendekatan, yakni metode pendekatan mikro dan metode pendekatan makro. Memahami hukum ekonomi dengan pendekatan mikro berarti melakukan pemahaman hanya dalam perspektif hukum privat saja, yakni mengenai hubungan di antara para pihak. Menggunakan metode pendekatan makro berarti memahami hukum ekonomi dalam perspektif hukum privat dan hukum publik, serta menggunakan disiplin ilmu lain sebagai pisau analisa.[4]

Perusahaan sebagai bagian dari kegiatan ekonomi, atau lebih tepatnya sebagai salah satu pelaku ekonomi, memegang peranan penting dalam perputaran roda perekonomian. Memahami perusahaan juga seharusnya menggunakan metode pendekatan mikro dan metode pendekatan makro, sehingga pemahaman mengenai perusahaan akan utuh. Melalui pendekatan mikro dikaji hubungan antara para pihak dalam perusahaan (internal) dan juga antara perusahaan dengan pihak ketiga (eksternal). Dengan melakukan pendekatan makro akan diperoleh gambaran yang utuh mengenai pemahaman perusahaan, karena dalam pendekatan makro dikaji mengenai campur tangan negara dalam kegiatan perusahaan sehingga tercipta suatu masyarakat ekonomi yang sehat dan wajar, begitu juga tentang perusahaan dari berbagai sudut pandang seperti sosiologis, ekonomi, atau pun manajemen. Dalam paper ini akan dibahas mengenai eksistensi perusahaan. Penulis mencoba untuk mengaitkannya dengan konsep CSR (Corporate Social Responsibility), yang penulis yakini sebagai metode yang tepat untuk menjaga eksistensi perusahaan.


Rumusan Masalah

Pembahasan dalam paper ini akan difokuskan pada beberapa hal, antara lain:

1.        Mengapa perusahaan perlu mempertahankan atau bahkan meningkatkan eksistensinya?

2.        Bagaimana Corporate Social Responsibility dapat menjaga eksistensi perusahaan?

Eksistensi Perusahaan

Sejarah menunjukkan bahwa kegiatan ekonomi dalam pengertian yang sangat luas mampu mempengaruhi berbagai hal dalam masyarakat, di mana kegiatan tersebut terjadi atau berlangsung. Kegiatan ekonomi dapat mempengaruhi pola pikir, pola perilaku, bahkan kebiasaan-kebiasaan tertentu secara lebih luas, termasuk kebijakan politik. Dengan demikian, kehidupan ekonomi juga mampu mengubah sasaran yang lebih luas termasuk kehidupan bernegara.[5]

Perusahaan merupakan bagian dari kehidupan sosial kemasyarakatan. Posisi lembaga atau institusi yang bernama perusahaan selalu berada dalam masyarakat. Perusahaan hanya dapat hidup, tumbuh, dan berkembang apabila memperoleh dukungan dari masyarakat karena pada dasarnya masyarakatlah pemasok utama kebutuhan perusahaan sekaligus sebagai pemakai produk (barang dan jasa) dari perusahaan. Jadi, keberadaan dan kelangsungan hidup perusahaan sangat bergantung dan ditentukan oleh sikap masyarakat terhadap institusi/lembaga yang bersangkutan, dalam hal ini perusahaan.[6]

Keberadaan perusahaan di tengah masyarakat sosial memberikan dampak baik positif maupun negatif. Dampak langsung antara lain:

  1. Membuka lapangan pekerjaan.

Pada awalnya, dimungkinkan tidak semua perusahaan langsung berdiri dengan skala yang besar dan membutuhkan tenaga kerja dalam jumlah yang besar. Namun secara umum dapat disimpulkan bahwa pembukaan sebuah perusahaan dapat membuka lapangan pekerjaan, setidaknya jika kemudian perusahaan tersebut berkembang.

Berdirinya perusahaan dan terciptanya lapangan kerja merupakan sebuah hubungan yang saling membutuhkan antara perusahaan dan masyarakat sebagai tenaga kerja. Disinilah terbangun eksistensi perusahaan, yakni ketika keberadaannya dibutuhkan sebagai penyedia lapangan pekerjaan.

  1. Memenuhi kebutuhan masyakarat dengan produk-produk yang dihasilkannya.

Sebuah perusahaan tentunya didesain karena pertimbangan peluang usaha berupa kebutuhan masyarakat. Pendirian perusahaan tanpa memperhitungkan peluang usaha hanya akan memperbesar resiko kerugian. Kebutuhan masyarakat sendiri sebenarnya terdiri dari kebutuhan riil, yakni hal-hal yang memang sedianya telah menjadi kebutuhan hidup masyarakat, dan kebutuhan yang ‘diciptakan’. Melalui iklan, promosi, dan/atau penelitian dapat diciptakan kebutuhan masyarakat, sehingga masyarakat yang awalnya tidak membutuhkan barang atau jasa tertentu menjadi seolah-olah membutuhkan barang atau jasa tersebut. Berangkat dari peluang tersebut, kemudian perusahaan memproduksi barang dan atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Berbagai proses pemasaran kemudian dijalani agar produknya dapat diakui, diterima, dan digunakan oleh masyarakat/ konsumen.

Eksistensi perusahaan dibangun dari upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat ini. Perusahaan yang produknya banyak digunakan masyarakat merupakan perusahaan yang eksis. Merupakan sebuah kesuksesan bagi perusahaan jika dapat menciptakan ‘ketergantungan’ masyarakat pada produk-produk mereka. Dalam tahap perkembangan lebih lanjut, perusahaan cenderung menggunakan teknologi tertentu untuk menciptakan pasar atas produk-produk mereka.

  1. Dampak lingkungan, terutama berupa limbah sebagai bagian dari proses produksi.

Dalam melakukan proses produksi, kebanyakan perusahaan menghasilkan limbah. Bahkan perusahaan jasa pun masih mungkin menghasilkan limbah, misalnya berupa kertas-kertas bekas. Perusahaan yang memiliki kesadaran menjaga lingkungan tentu akan membangun perangkat pengolah limbahnya, sehingga limbah yang dihasilkan dapat dibuang setelah dipastikan aman dan tidak merusak lingkungan. Salah satu contoh dampak lingkungan yang ditimbulkan perusahaan terlihat pada kasus PT. Newmont di Teluk Buyat, konflik antara warga papua dengan PT. Freeport Indonesia, dan yang paling parah kasus PT. LAPINDO BRANTAS.

Perusahaan harus dapat meminimalisir dampak buruk terhadap lingkungan atas limbah yang diproduksi, sehingga keberadaannya tidak mendapatkan resistensi dari para pemerhati lingkungan ataupun masyarakat pada umumnya. Pengelolaan limbah yang baik dan keikutsertaan dalam pemeliharaan lingkungan akan mampu meningkatkan eksistensi perusahaan. Salah satu cara untuk menjaga eksistensi perusahaan adalah melalui CSR (Corporate Social Responsibility) yang akan dibahas lebih lanjut pada bagian lain dari paper ini.

Jika dilihat dari paradigma kegiatan ekonomi dalam skala yang lebih luas, keberadaan satu perusahaan juga akan membawa dampak-dampak tidak langsung yang antara lain terdiri dari:

  1. Memicu tumbuhnya perusahaan lain, baik sebagai kompetitor, usaha pendukung (supply bahan baku, supply tenaga kerja, supply tenaga ahli (pelatihan), pemasaran), maupun usaha lain yang tidak secara langsung terkait dengan proses produksi perusahaan tersebut (tukang bakso, pasar kaget, ojek, angkot). Dalam hal ini eksistensi perusahaan membawa dampak beruntun (multiplayer effect) bagi pihak lain di luar perusahaan.
  2. Secara lebih luas, dapat dipahami bahwa posisi perusahaan dalam kegiatan ekonomi makro baik lokal, nasional, maupun internasional/ global akan mempunyai posisi sentral.[7] Perilakunya akan menjadi salah satu tenaga utama penggerak roda perekonomian masyarakat dan negara. Bagi masyarakat, lapangan kerja baru memungkinkan mereka untuk mendapat mata pencaharian, memperoleh pendapatan, dan kemudian akan meningkatkan daya beli. Peningkatan daya beli masyarakat ini juga menjadi sumber pemungutan pajak bagi negara dan juga akan menggerakkan roda perekonomian, serta menjadi salah satu indikator pertumbuhan ekonomi suatu negara. Secara umum, peningkatan daya beli akan berbanding lurus dengan peningkatan kesejahteraan.

Bagi negara, pajak yang diterima dari kegiatan-kegiatan perusahaan akan menjadi salah satu sumber utama penerimaan pajak. Pajak yang dikumpulkan kemudian akan dikelola untuk operasional dan pembangunan negara.

  1. Pembentukan pola dan karakter masyarakat.

Setiap kegiatan dan perilaku perusahaan apapun bentuknya selalu mempunyai pengaruh dan mempengaruhi masyarakat dan pihak-pihak ketiganya. Perilaku dan kegiatan perusahaan pada dasarnya sangat besar pengaruhnya bagi perekonomian lokal maupun nasional bahkan internasional karena pada dasarnya perusahaan merupakan pelaku ekonomi yang aktif. Demikian juga tidak menutup kemungkinan bergeraknya perusahaan menjadi maju dan berkembang, pasti akan diikuti oleh perkembangan masyarakat. Perusahaan, melalui manajemen yang diterapkannya, berusaha untuk mencapai hasil yang maksimal dengan usaha yang minimal.[8]

Sebagai bagian dari manajemen perusahaan tentu akan ditanamkan budaya kerja perusahaan kepada para tenaga kerjanya. Budaya perusahaan seperti kerja keras, penghargaan atas prestasi, hukuman atas pelanggaran, kedisiplinan, integritas, dan tanggung jawab yang tinggi akan membentuk karakter dan perilaku para pekerjanya. Bahkan manajemen waktu, cara berpakaian, dan pola perilaku para pekerjanya juga sangat dipengaruhi oleh budaya kerja perusahaan.

Pada dasarnya, perusahaan merupakan organ masyarakat yang mempunyai beberapa fungsi yang sangat penting bagi pemangku kepentingan pada umumnya:[9]

1.      Perusahaan selalu memenuhi kebutuhan masyarakat, dari kebutuhan primer, sekunder dan tersier bahkan sampai kebutuhan-kebutuhan apapun.

2.      Perusahaan mampu menyerap tenaga kerja dan membuka lapangan pekerjaan baru.

3.      Perusahaan adalah agen pembaharuan dan penerapan IPTEK yang paling efisien.

4.      Perusahaan melakukan pemasaran barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keberadaan perusahaan sangat dibutuhkan dan mempunyai nilai yang sangat penting bagi masyarakat pada umumnya dan perkembangan masyarakat itu sendiri. Jadi  tanpa organ, yang dalam hal ini perusahaan yang mempunyai berbagai fungsi tersebut, masyarakat tidak mungkin tidak harus menerima, baik organ demi kelangsungan hidup masyarakat itu sendiri. Meskipun demikian, betapa baik dan pentingnya perusahaan, tetap mempunyai dua sisi yang berbeda.[10]

Perusahaan sebagai organ masyarakat mempunyai dua sisi positif dan penting bagi kehidupan dan masa depan manusia, terutama dalam mewujudkan kesejahteraan bersama. Tetapi juga mempunyai satu sisi negatif, yang menimbulkan dampak negatif pada banyak hal. Dari sisi positifnya perusahaan mampu melakukan banyak hal, antara lain:[11]

Pertama, perusahaan selalu menawarkan kebutuhan masyarakat dengan semua konsep inovasinya, yang selanjutnya akan mendorong pembaharuan dan mengadopsi perkembangan Iptek  secara berkesinambungan dan terus menerus yang menciptakan kesejahteraan bersama. Kedua, perusahaan merupakan salah satu pusat kegiatan ekonomi di dalam masyarakat yang mampu menciptakan lapangan pekerjaan baru, dan juga mampu melahirkan kesejahteraan baru.

Dari aspek sosial dan ekonomi, sudah jelas dimana eksistensi perusahaan (apapun bentuk dan statusnya). Tetapi dari aspek hukum keberadaan perusahaan masih membutuhkan hal utama yaitu legalitas hukum. Legalitas perusahaan dimaksud meliputi:

1.      Legalitas institusional, yaitu persyaratan dan prosedur yang harus dipenuhi bagi badan-badan usaha, apakah berstatus badan hukum atau tidak, sehingga institusi yang bersangkutan berdiri secara sah menurut hukum.

2.      Legalitas operasional, yaitu persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi bagi badan-badan usaha yang bersangkutan, baik yang berbadan hukum maupun badan hukum agar dapat melakukan kegiatan perusahaan (dapat beroperasi secara sah).


CSR sebagai konsep penjaga eksistensi perusahaan

Maraknya peristiwa kerugian yang dialami oleh suatu komunitas masyarakat karena kerusakan lingkungan hidup tempat mereka tinggal akibat beroperasinya suatu perusahaan makin menimbulkan sinisme masyarakat terhadap keberadaan suatu perusahaan. Apakah perusahaan memang didirikan semata-mata hanya untuk mengejar keuntungan, yaitu keuntungan para pemegang sahamnya dan mengabaikan kepentingan masyarakat sekitar dan lingkungan hidup di mana perusahaan menjalankan aktivitas bisnisnya? Apa sebenarnya yang menjadi tujuan didirikannya suatu perusahaan?

Sebenarnya berdirinya suatu perusahaan tak terlepas dari peran perusahaan tersebut terhadap masyarakat sekitarnya. Seperti dikatakan oleh B. Tamam Achda, memang diakui bahwa di satu sisi sektor industri atau korporasi skala besar telah banyak memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi nasional, tetapi di sisi lain eksploitasi sumber-sumber daya alam oleh industri telah menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan yang parah.[12] Hal inilah yang menjadikan konsep Corporate Social Responsibility (CSR) relevan dan penting (perlu) dilaksanakan oleh perusahaan-perusahaan.

Apa itu CSR?

Sesuai situs online Wikipedia, definisi CSR adalah sebagai berikut:

CSR is a process with the aim to embrace responsibility for the company's actions and encourage a positive impact through its activities on the environment, consumers, employees, communities, stakeholders and all other members of the public sphere who may also be considered as stakeholders.

Terjemahan bebasnya sebagai berikut: CSR adalah suatu proses dengan tujuan untuk  menghimpun tanggung jawab dari aksi-aksi perusahaan dan mendorong dampak positif melalui aktivitasnya pada lingkungan, para konsumen, para karyawan, komunitas-komunitas, pemegang saham, dan semua anggota lain dari lingkungan masyarakat yang mungkin dipahami sebagai pihak yang terlibat.

Definisi yang diterima luas oleh para praktisi dan aktivis CSR adalah definisi menurut The World Business Council for Sustainable Development sebagai berikut:

Corporate Social Responsibility is the continuing commitment by business to behave ethically and contribute to economic development while improving the quality of life of the workforce and their families as well as of the local community and society at large. [13]

Terjemahan bebasnya sebagai berikut: CSR merupakan suatu komitmen terus-menerus dari pelaku bisnis untuk berlaku etis dan untuk memberikan kontribusi bagi perkembangan ekonomi sambil meningkatkan kualitas hidup para pekerja dan keluarganya, juga bagi komunitas lokal dan masyarakat pada umumnya.

Dari definisi ini kita melihat pentingnya ‘sustainability’ (kesinambungan/ kelanjutan), yaitu dilakukan secara terus-menerus untuk efek jangka panjang dan bukan hanya dilakukan sekali-sekali saja. Konsep CSR memang sangat berkaitan erat dengan konsep sustainability development (pembangunan yang berkelanjutan). Dalam konsepnya, faktor kesukarelaan sangat mendominasi, dan sebenarnya hal tersebut tidak sesuai dengan prinsip ekonomi dan tujuan utama perusahaan untuk mengejar keuntungan.

Dengan demikian, menjawab pertanyaan yang diutarakan sebelumnya, pijakan tanggung jawab perusahaan tidak hanya terbatas pada sisi finansial saja (single bottom line) untuk mencari keuntungan, melalui konsep CSR ini kini dikenal konsep ‘the triple bottom line’, yaitu bahwa tanggung jawab perusahaan berpijak pada 3 dasar: keuntungan/ finansial, sosial, dan lingkungan. Konsep tanggung jawab perusahaan ini juga dikenal dengan 3P, TBL, atau 3BL (profit, people, planet). Frasa ‘the triple bottom line’ sebenarnya diperkenalkan pertama kali pada tahun 1997 oleh John Elkington, pendiri usaha konsultan Inggris yang bernama SustainAbility.[14]

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (TJSP), pada dasarnya berawal dari rasa bertanggung jawab secara personal pada suatu lingkungan dunia usaha, yang muncul dari pribadi-pribadi yang peka kepada sesama. Rasa tersebut timbul dan berkembang sebagai suatu yang harus dilakukan mengingat adanya kesenjangan keadaan sosial ekonomi yang tajam, antara unsur tenaga kerja dengan unsur pemilik dan pengurus dalam dunia usaha tersebut.[15]

Berangkat dari keadaan tersebut, lahirnya konsep Tanggung Jawab Sosial Perusahaan yang berada pada sasaran kewajiban-kewajiban moral. Dari kewajiban-kewajiban moral yang bergerak antara kesejahteraan pada lingkungan tertentu, menimbulkan pula suatu konsep bahwa yang harus diwujudkan adalah kesejahteraan bersama. Hal ini baru menjangkau pada kesejahteraan bersama pada lingkungan perusahaan  masing-masing. Kesejahteraan yang bersifat terbatas, makin meluas yang diikuti oleh gerakan-gerakan yang sama sehingga menjadi suatu konsep positif yang menjadi tanggung jawab institusional. Dalam hal ini perlu dilakukan penerapan TJSP yang meliputi suatu pelaksanaan untuk menerapkan:[16]
- Upah minimal yang pantas untuk hidup layak.
- Keselamatan kerja yang cukup untuk melindungi tenaga kerja.
- Jaminan sosial yang pantas untuk masa depan tenaga kerja dan keluarganya dengan pantas.

Konsep di atas menjadi sangat manusiawi bagi tenaga kerja maupun masa depan perusahaan. Meskipun demikian lahirlah perkembangan baru atas kesadaran mengenai alam dan lingkungan. Konsep TJSP selanjutnya menjadi sesuatu hal yang berdasarkan kearifan manusia, tidak hanya menjadi kewajiban moral, tetapi menjadi kewajiban yang mempunyai tujuan menuju pencapaian kesejahteraan warganegaranya, secara sadar pasti mengatur hal-hal yang berkaitan dengan TJSP.[17]

Bagaimana CSR bisa meningkatkan eksistensi perusahaan?

Konsep CSR ini sebenarnya telah diterapkan pada UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Kurang lebih dapat ditemukan pada rumusan Pasal 1 angka 3, Pasal 66, dan Pasal 74. Pengaturan CSR juga terdapat pada peraturan lain: UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Dalam UU Nomor 40 Tahun 2007 dikenal istilah Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (TJSP), yang didefinisikan sebagai komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.[18]

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, bahwa kini dikenal 3P (profit, people, planet) sebagai konsep tanggung jawab perusahaan. Dari sudut pandang prinsip ekonomi, sebenarnya konsep 3P tersebut tidak tepat, karena perusahaan akan berusaha mencapai keuntungan sebesar-besarnya dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya. Hal ini juga lah yang menjadi kritik bagi CSR, bahwa konsep CSR bertentangan dengan fitrah perusahaan. Milton Friedman dan yang lainnya berpendapat bahwa tujuan perusahaan adalah memberikan keuntungan sebesar-besarnya kepada pemegang sahamnya, dan karena hanya manusia yang mempunyai tanggung jawab sosial, perusahaan hanya memiliki tanggung jawab kepada para pemegang sahamnya bukan pada masyarakat secara keseluruhan.[19] Peter Mahmud Marzuki pun berpendapat bahwa seharusnya tidak perlu ada CSR bagi perusahaan, karena perusahaan sudah membayar pajak dan oleh karenanya menjadi tanggung jawab sosial menjadi tanggung jawab negara. Lebih lanjut, Peter manyatakan bahwa tujuan perusahaan hanya ada satu, yakni profit.[20] Akan tetapi mencermati dampak buruk penerapan prinsip ekonomi secara mutlak menjadi salah satu pemicu munculnya konsep 3P tersebut.

Kemunculan konsep 3P tersebut sangat beralasan, karena baik profit, people, maupun planet merupakan unsur penting keberlangsungan setiap perusahaan. Sesuai tujuan utama pembentukannya, perusahaan akan berusaha untuk mengumpulkan keuntungan. Penerapan manajemen yang baik akan mampu membawa perusahaan mencapai tujuan utamanya itu. Namun tentunya tidak mudah untuk meraih keuntungan, karena dalam perjalanannya perusahaan tidak hanya menghadapi masalah internal saja, melainkan juga faktor eksternal seperti adanya pesaing, kondisi ekonomi global, dan sebagainya. Selain manajeman, faktor-faktor penting untuk dapat meraih keuntungan antara lain teknologi, inovasi, dan pasar. Jika dalam perjalanannya sebuah perusahaan menuai keuntungan, maka perusahaan tersebut akan existing dan bahkan mungkin melakukan pengembangan perusahaan.

Mengenai tanggung jawab kedua, people, perusahaan sangat tergantung pada unsur ini. Sejatinya sebuah perusahaan terdiri dari kumpulan orang dan dijalankan oleh orang. Tidak ada perusahaan yang terdiri dari kumpulan mesin dan dijalankan oleh mesin. Perusahaan juga membutuhkan masyarakat sebagai partner, baik sebagai supllier tenaga kerja, sebagai supporting agent, dan bahkan sebagai konsumen. Oleh karenanya perusahaan perlu untuk menjaga keberlangsungan kehidupan manusia pada umumnya, sehingga mereka dapat terus melakukan produksi, distribusi, dan pada akhirnya produk mereka dikonsumsi. Tidak mungkin perusahaan terus memproduksi jika produknya tidak lagi dibutuhkan atau dikonsumsi karena kondisi tersebut akan membawanya pada kerugian, dan tentunya bertentangan dengan tanggung jawab perusahaan yang pertama (profit). Menjadi jelas bahwa perusahaan membutuhkan orang dan masyarakat (people) demi eksisntensinya.

Tanggung jawab ketiga adalah planet. Tanggung jawab terakhir ini sangat erat kaitannya dengan penjagaan kelestarian lingkungan. Pada mulanya, ketika perusahaan hanya mengejar keuntungan semata, sumber daya alam dieksploitasi tanpa memperhatikan kelestariannya. Limbah produksi juga dibuang begitu saja tanpa mengindahkan dampaknya pada lingkungan. Namun lambat laun mulai dirasakan dampak buruk eksploitasi alam demi kepentingan ekonomi, perubahan cuaca yang ekstrim, semakin menipisnya sumber daya alam, dan ketidakmampuan bumi untuk memenuhi keinginan serakah manusia, atau dalam hal ini perusahaan. Bermula dari fenomena tersebut, muncul pemikiran bahwa perusahaan berkewajiban juga untuk menjaga kelestarian lingkungan, kelestarian bumi. Dalam konteks pengetahuan awam dan umum, tidak ada perusahaan yang didirikan di luar planet bumi. Semua perusahaan membutuhkan bumi sebagai tempat mereka berdiri, beraktivitas, dan berkembang (as a planet to be existing).

Sumber daya alam yang dieksploitasi perusahaan makin lama menjadi makin berkurang daya dukungnya, karena sifatnya yang terbatas dan tidak terbarukan. Hal ini mulai disadari sehingga konsep tanggung jawab terhadap lingkungan juga berkembang. Manusia secara pribadi dalam institusi dan Negara serentak sadar bahwa lingkungan dan sumber daya alam perlu dilindungi untuk kepentingan manusia dan kemanusiaan dimasa yang akan datang.[21] Oleh karenanya perusahaan, sebagai bagian dari penghuni bumi, bertanggung jawab juga untuk memanfaatkan dan menjaga bumi dan seluruh sumber dayanya dengan cara yang bijak, tidak mengejar keuntungan semata.

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, apabila dilaksanakan dengan benar, akan memberikan dampak positif bagi perusahaan, lingkungan, termasuk sumber daya manusia, sumber daya alam dan seluruh pemangku kepentingan dalam masyarakat. Perusahaan yang mampu sebagai penyerap tenaga kerja, mempunyai kemampuan memberikan peningkatan daya beli masyarakat, yang secara langsung atau tidak, dapat mewujudkan pertumbuhan lingkungan dan seterusnya. Mengingat kegiatan perusahaan itu sifatnya simultan, maka keberadaan perusahaan yang taat lingkungan akan lebih bermakna.[22]

Pada dasarnya setiap kegiatan perusahaan yang berhubungan dengan sumber daya alam, pasti mengandung nilai positif, baik bagi internal perusahaan maupun bagi eksternal perusahaan dan pemangku kepentingan yang lain. Meskipun demikian nilai positif tersebut dapat mendorong terjadinya tindakan-tindakan dan perbuatan-perbuatan yang akhirnya mempunyai nilai negatif, karena merugikan lingkungan, masyarakat sekitar atau masyarakat lain yang lebih luas. Nilai negatif yang dimaksud adalah seberapa jauh kegiatan perusahaan yang bersangkutan mempunyai potensi merugikan lingkungan dan masyarakat. Atau seberapa luas perusahaan lingkungan terjadi sebagai akibat langsung dari kegiatan perusahaan.[23]

Perusahaan yang pada satu sisi pada suatu waktu menjadi pusat kegiatan yang membawa kesejahteraan bahkan kemakmuran bagi masyarakat, pada satu saat yang sama dapat menjadi sumber petaka pada lingkungan yang sama pula. Misalnya terjadi pencemaran lingkungan atau bahkan menyebabkan kerusakan alam dan lingkungan lain yang lebih luas.[24]

Berdasarkan uraian di atas, maka CSR merupakan konsep yang tepat dan perlu diterapkan oleh perusahaan yang ingin menjaga eksistensinya. Meskipun dari sudut pandang prinsip ekonomi dan tujuan utama perusahaan CSR 'tidak sejalan', akan tetapi penerapannya akan membawa dampak positif bagi berusahaan, terutama citranya di mata masyarakat.



Simpulan

Perusahaan perlu menjaga atau bahkan meningkatkan eksistensinya dalam masyarakat karena antara masyarakat, negara, dan perusahaan merupakan tiga entitas yang saling membutuhkan.

CSR merupakan konsep yang tepat dan perlu diterapkan oleh perusahaan yang ingin menjaga eksistensinya. Meskipun dari sudut pandang prinsip ekonomi dan tujuan utama perusahaan CSR 'tidak sejalan', akan tetapi penerapannya akan membawa dampak positif bagi perusahaan, terutama citranya di mata masyarakat.




[1] Sri Redjeki Hartono, Hukum Ekonomi Indonesia, Bayumedia, Malang, 2007, hlm 9-10.
[2] ibid, hlm 15.
[3] ibid.
[4] Sri Redjeki Hartono, disampaikan dalam perkuliahan S2 Hukum UNDIP tanggal 10 September 2012.
[5] Sri Redjeki Hartono, op cit. hlm 46.
[6] ibid, hlm. 42-43
[7] Sri Redjeki Hartono, Kapita Selekta Hukum Perusahaan, Mandar Maju, Bandung, 2000, hal. 27
[8] ibid
[9] Sri Redjeki Hartono, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, Suatu Kajian Komprehensif, 2010.
[10] ibid.
[11] ibid.
[12] Achda, Tamam B., “Konteks Sosiologis dan Perkembangan Corporate Social Responsibilities dan Implementasinya di Indonesia” disampaikan pada Seminar Nasional : A Promise of Gold Rating : Sustainable CSR, 23 Agustus 2006, dalam http://www.menlh.go.id/a-promise-of-gold-rating-sustainable-csr/
[13] Lord Holme and Richard Watts,  Making Good Business Sense, dalam http://www.mallenbaker.net/csr/definition.php
[14] Elkington, J., “Cannibals with Forks: the Triple Bottom Line of 21st Century Business”, Capstone, 1997 dalam http://www.economist.com/node/14301663 diakses pada 20 Oktober 2012.
[15] Sri Redjeki Hartono, op. cit.
[16] ibid.
[17] ibid.
[18] Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
[19] Terjemah bebas dari pendapat Milton Friedman dalam http://en.wikipedia.org/wiki/Corporate_social_responsibility#Criticisms_and_concerns diakses pada tanggal 20 Oktober 2012.
[20] Peter Mahmud Marzuki, disampaikan dalam kuliah Hukum Perdagangan Internasional, MIH Undip, 1 November 2012.
[21] Sri Redjeki Hartono, op. cit.
[22] ibid.
[23] ibid.
[24] ibid.

No comments:

Post a Comment