Wednesday, November 14, 2012

Mengenal CUKAI



Disusun Oleh: Yonathan A. Pahlevi, SH

Pendahuluan
Dalam paper ini akan dibahas beberapa hal mendasar mengenai cukai seperti pengertian cukai, tarif cukai, pelunasan cukai, dan upaya hukum terkait penetapan cukai. Pembahasannya hanya dituangkan secara sederhana agar lebih mudah untuk dipelajari. Semoga paper yang singkat dan sederhana ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.

Mengenal Kepabeanan



Disusun Oleh: Yonathan A. Pahlevi, SH

Paper ini tentu tidak cukup untuk menguraikan seluruh ilmu dan permasalahan kepabeanan. Maka “Mengenal Kepabeanan” hanya sebagai sebuah pengenalan bagi mereka yang belum mendalami kepabeanan dan penyegaran bagi sebagian kecil lainnya yang telah mendalami atau bahkan berkecimpung di dalamnya.

Mengenal Pajak Pertambahan Nilai


Disusun oleh: Yonathan A. Pahlevi, SH


Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Dalam bahasa Inggris, PPN disebut Value Added Tax (VAT) atau Goods and Services Tax (GST). PPN termasuk jenis pajak tidak langsung, maksudnya pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung.[1]
Mekanisme pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN ada pada pihak pedagang atau produsen sehingga muncul istilah Pengusaha Kena Pajak yang disingkat PKP. Dalam perhitungan PPN yang harus disetor oleh PKP, dikenal istilah pajak keluaran dan pajak masukan. Pajak keluaran adalah PPN yang dipungut ketika PKP menjual produknya, sedangkan pajak masukan adalah PPN yang dibayar ketika PKP membeli, memperoleh, atau membuat produknya.[2] PPN yang harus disetorkan oleh Pengusaha Kena Pajak adalah PPN yang dihitung sendiri melalui pengkreditan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran. Yang disetor adalah selisih Pajak Masukan dan Pajak Keluaran, bila Pajak Masukan lebih kecil dari Pajak Keluaran.

Perbedaan Pemikiran Van Vollenhoven dan Ter Haar tentang Konsep Hukum Adat Serta Implikasinya Pada Praktek Hukum



 Disusun Oleh: Yonathan A. Pahlevi, SH


Cornelis van Vollenhoven: mengangkat nilai-nilai hukum adat sebagai kodifikasi rakyat pribumi.
“Elk volk heeft zijn waarde en beteekenis, en alle menschelijke gaven en talenten, in al hun verscheidenheid hebben aanspraak op volle ontplooiing.”[1]
~Cornelis van Vollenhoven~
(Tiap-tiap bangsa mempunyai harga dan arti sendiri, dan semua karunia dan pepandaian yang diberikannya mempunyai hak untuk berkembang sepenuhnya.)

Sejarah Lahirnya KPK



Disusun oleh: Yonathan A. Pahlevi, SH
 
Komisi Pemberantasan Korupsi, atau disingkat menjadi KPK, adalah komisi di Indonesia yang dibentuk pada tahun 2003 untuk mengatasi, menanggulangi dan memberantas korupsi di Indonesia. Komisi ini didirikan berdasarkan kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pada periode 2006-2011 KPK dipimpin bersama oleh 4 orang wakil ketuanya, yakni Chandra Marta Hamzah, Bibit Samad Rianto, Mochammad Jasin, dan Hayono Umar, setelah Perpu Plt. KPK ditolak oleh DPR. Pada 25 November 2010, M. Busyro Muqoddas terpilih menjadi ketua KPK setelah melalui proses pemungutan suara oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Dilanjutkan lagi oleh Abraham Samad sejak 2011.[1] Pada tulisan ini akan dibahas mengenai sejarah terbentuknya KPK, ditinjau dari tiga sudut pandang, yakni sudut pandang historis, yuridis, dan filosofis.

Mendudukkan Undang Undang Dasar (Satjipto Rahardjo, 2007)


Resume oleh: Yonathan A. Pahlevi, SH

            Dalam buku Mendudukkan Undang-Undang Dasar tersebut, penulis ingin menemukan tempat yang sepatutnya bagi Undang-Undang Dasar. Menilik pada sejarah kelahirannya, Undang-Undang Dasar merupakan kelanjutan dari Proklamasi. Di antara keduanya terdapat keterkaitan yang sangat erat, karena Proklamasi membuka jalan bagi kelahiran bangsa dan negara Indonesia, sementara Undang-Undang Dasar memberikan panduan penting (arah dan tujuan) bagi bangsa dan negara tersebut.

Politik Hukum dalam UUD 1945


Disusun oleh: Yonathan A. Pahlevi, SH
 
Politik hukum adalah arah yang dipilih negara mengenai kemana hukum dibawa. Politik hukum ini termaktub juga dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang telah diamandemen sebanyak 4 kali. UUD 1945 merupakan sumber dari keseluruhan politik hukum nasional Indonesia. Tetapi dalam prakteknya, hukum seringkali menjadi cermin dari kehendak pemegang kekuasaan politik sehingga tidak sedikit orang memandang bahwa hukum sama dengan kekuasaan. UUD 1945 mengakui hak-hak  (termasuk hak milik)  dan kebebasan individu sebagai hak asasi, tetapi sekaligus  meletakkan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi. Beberapa pasal yang memuat politik hukum antara lain:

Wednesday, October 10, 2012

Perserikatan Perdata (beserta analisa pasal-pasal dalam KUHPerdata terkait)

Disusun oleh: Yonathan A. Pahlevi, SH.


Pengertian persekutuan (perserikatan perdata) diatur dalam Pasal 1618 KUHPerdata. KUHPerdata juga mengenal 2 jenis persekutuan, yaitu persekutuan umum (penuh) dan persekutuan khusus. Pada dasarnya sebuah persekutuan memiliki dua hubungan, yakni hubungan antar sekutu (internal) dan hubungan antara sekutu atau persekutuan dengan pihak ketiga (eksternal).

Wednesday, October 3, 2012

Rencana Revisi UU KPK, SebuahTelaah Filosofis


Disusun oleh: Yonathan A. Pahlevi, SH.

Korupsi, menurut rumusan Pasal 2 ayat 1 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, adalah perbuatan yang secara melawan hukum dengan tujuan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Sejatinya, dalam kaitannya dengan azas legalitas dan teori pelabelan (labelling theory), korupsi hanyalah satu dari banyak macam tindakan yang diberikan label sebagai tindak pidana oleh hukum positif. Dalam terminologi hukum secara umum, sebenarnya tidak dikenal istilah ‘Corruption is an extraordinary crime’, tetapi lagi-lagi hal tersebut hanyalah label yang diberikan para pakar hukum di Indonesia, yang kemudian dimasukkan dalam rumusan penjelasan umum UU KPK, untuk menunjukkan bahwa korupsi sudah menjadi gejala tindak pidana yang sistematis, mengakar dalam dan menggerogoti pilar-pilar negara. Sejalan dengan label-label di atas, maka diperlukan satu badan khusus dengan kewenangan yang extraordinary pula untuk memberantas korupsi. Dengan bernafaskan semangat pembentukan pemerintahan yang bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme sebagaimana dihembuskan di era awal reformasi, maka pada tahun 2003 dibentuklah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
           

Wednesday, September 19, 2012

Teori Hukum Alam, Sebuah Ringkasan


Disusun oleh: Yonathan A. Pahlevi, SH.

Hukum alam (Natural Law atau Law of Nature) adalah sistem hukum yang konon ditentukan oleh alam, dan oleh karenanya bersifal universal.[1]

Teori-teori Hukum Alam dapat dibagi atas beberapa macam yaitu:[2]
 1.  Hukum Alam yang bersifat otoriter dan yang bersifat fakultatif. Hukum Alam sebagai hukum yang mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada hukum positif (ius constitutum), di lain sisi Hukum Alam sebagai cita-cita (ius constituendum) dengan mana hukum positif harus disesuaikan;
 2. Hukum Alam yang progresif (maju/ dinamis) dan yang konservatif (kaku/ statis). Teori ini diilhami oleh dua macam cita-cita, pertama, adanya ketertiban/ keteraturan (order) yang menguasai umat manusia yang nantinya melahirkan hukum positif, kedua, hak-hak azazi yang tidak dapat dipisahkan dari orang perorang yang nantinya melahirkan hukum-hukum yang sosiologis.
 3. Hukum Alam yang relijius/ agamis dan yang profane/ rasionalis. Hukum Alam memberi ilham kepada kaum relijius/ agamis, dilain sisi ia juga mengilhami teori-teori kaum Individualistis.
 4.  Hukum Alam yang bersifat mutlak/ absolut dan yang bersifat relative/ nisbi. Feodalisme yang mencerminkan hukum absolute atau hukum Jawa Kuno dengan ungkapan “sabda pandhito ratu”.