Disusun Oleh: Yonathan A. Pahlevi
Pendahuluan
Hukum ekonomi adalah
rangkaian perangkat peraturan yang mengatur kegiatan ekonomi yang dilakukan
oleh pelaku ekonomi.[1]
Definisi tersebut setidaknya menjadi rujukan yang memadai untuk mendefinisikan
hukum ekonomi di tengah perdebatan para ahli hukum mengenai definisi hukum
ekonomi. Hukum ekonomi merupakan hukum yang berkembang dan selalu mampu memberi
solusi apabila terjadi berbagai persoalan yang berkaitan dengan kegiatan
ekonomi bisnis pada umumnya.[2]
Kegiatan ekonomi adalah
kegiatan menjalankan perusahaan. Setiap kegiatan ekonomi atau kegiatan
menjalankan perusahaan harus memenuhi unsur dan syarat-syarat: dilakukan secara
terus menerus, dilakukan secara terang-terangan, dan bertujuan mencari
keuntungan.[3]
Dalam memahami hukum
ekonomi dapat dilakukan dengan dua metode pendekatan, yakni metode pendekatan
mikro dan metode pendekatan makro. Memahami hukum ekonomi dengan pendekatan
mikro berarti melakukan pemahaman hanya dalam perspektif hukum privat saja,
yakni mengenai hubungan di antara para pihak. Menggunakan metode pendekatan
makro berarti memahami hukum ekonomi dalam perspektif hukum privat dan hukum
publik, serta menggunakan disiplin ilmu lain sebagai pisau analisa.[4]
Perusahaan sebagai bagian
dari kegiatan ekonomi, atau lebih tepatnya sebagai salah satu pelaku ekonomi,
memegang peranan penting dalam perputaran roda perekonomian. Memahami
perusahaan juga seharusnya menggunakan metode pendekatan mikro dan metode
pendekatan makro, sehingga pemahaman mengenai perusahaan akan utuh. Melalui
pendekatan mikro dikaji hubungan antara para pihak dalam perusahaan (internal)
dan juga antara perusahaan dengan pihak ketiga (eksternal). Dengan melakukan
pendekatan makro akan diperoleh gambaran yang utuh mengenai pemahaman
perusahaan, karena dalam pendekatan makro dikaji mengenai campur tangan negara
dalam kegiatan perusahaan sehingga tercipta suatu masyarakat ekonomi yang sehat
dan wajar, begitu juga tentang perusahaan dari berbagai sudut pandang seperti
sosiologis, ekonomi, atau pun manajemen. Dalam paper ini akan dibahas mengenai eksistensi perusahaan. Penulis
mencoba untuk mengaitkannya dengan konsep CSR (Corporate Social Responsibility), yang penulis yakini sebagai
metode yang tepat untuk menjaga eksistensi perusahaan.
Rumusan Masalah
Pembahasan dalam paper ini akan difokuskan pada beberapa
hal, antara lain:
1.
Mengapa perusahaan perlu mempertahankan atau bahkan
meningkatkan eksistensinya?
2.
Bagaimana Corporate Social Responsibility dapat
menjaga eksistensi perusahaan?
Eksistensi Perusahaan
Sejarah menunjukkan bahwa
kegiatan ekonomi dalam pengertian yang sangat luas mampu mempengaruhi berbagai
hal dalam
masyarakat, di mana
kegiatan tersebut terjadi atau berlangsung. Kegiatan ekonomi dapat mempengaruhi
pola pikir, pola perilaku, bahkan kebiasaan-kebiasaan tertentu secara lebih
luas, termasuk kebijakan politik. Dengan demikian, kehidupan ekonomi juga mampu
mengubah sasaran yang lebih luas termasuk kehidupan bernegara.[5]
Perusahaan merupakan
bagian dari kehidupan sosial kemasyarakatan. Posisi lembaga atau institusi yang
bernama perusahaan selalu berada dalam masyarakat. Perusahaan hanya dapat
hidup, tumbuh, dan berkembang apabila memperoleh dukungan dari masyarakat
karena pada dasarnya masyarakatlah pemasok utama kebutuhan perusahaan sekaligus
sebagai pemakai produk (barang dan jasa) dari perusahaan. Jadi, keberadaan dan
kelangsungan hidup perusahaan sangat bergantung dan ditentukan oleh sikap
masyarakat terhadap institusi/lembaga yang bersangkutan, dalam hal ini
perusahaan.[6]
Keberadaan perusahaan di
tengah masyarakat sosial memberikan dampak baik positif maupun negatif. Dampak
langsung antara lain:
- Membuka lapangan pekerjaan.
Pada awalnya, dimungkinkan
tidak semua perusahaan langsung berdiri dengan skala yang besar dan membutuhkan
tenaga kerja dalam jumlah yang besar. Namun secara umum dapat disimpulkan bahwa
pembukaan sebuah perusahaan dapat membuka lapangan pekerjaan, setidaknya jika
kemudian perusahaan tersebut berkembang.
Berdirinya perusahaan dan
terciptanya lapangan kerja merupakan sebuah hubungan yang saling membutuhkan
antara perusahaan dan masyarakat sebagai tenaga kerja. Disinilah terbangun
eksistensi perusahaan, yakni ketika keberadaannya dibutuhkan sebagai penyedia
lapangan pekerjaan.
- Memenuhi kebutuhan masyakarat dengan produk-produk yang dihasilkannya.
Sebuah perusahaan tentunya
didesain karena pertimbangan peluang usaha berupa kebutuhan masyarakat.
Pendirian perusahaan tanpa memperhitungkan peluang usaha hanya akan memperbesar
resiko kerugian. Kebutuhan masyarakat sendiri sebenarnya terdiri dari kebutuhan
riil, yakni hal-hal yang memang sedianya telah menjadi kebutuhan hidup
masyarakat, dan kebutuhan yang ‘diciptakan’. Melalui iklan, promosi, dan/atau
penelitian dapat diciptakan kebutuhan masyarakat, sehingga masyarakat yang
awalnya tidak membutuhkan barang atau jasa tertentu menjadi seolah-olah
membutuhkan barang atau jasa tersebut. Berangkat dari peluang tersebut, kemudian
perusahaan memproduksi barang dan atau jasa untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat. Berbagai proses pemasaran kemudian dijalani agar produknya dapat
diakui, diterima, dan digunakan oleh masyarakat/ konsumen.
Eksistensi perusahaan
dibangun dari upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat ini. Perusahaan yang
produknya banyak digunakan masyarakat merupakan perusahaan yang eksis.
Merupakan sebuah kesuksesan bagi perusahaan jika dapat menciptakan
‘ketergantungan’ masyarakat pada produk-produk mereka. Dalam tahap
perkembangan lebih lanjut, perusahaan cenderung menggunakan teknologi tertentu
untuk menciptakan pasar atas produk-produk mereka.
- Dampak lingkungan, terutama berupa limbah sebagai bagian dari proses produksi.
Dalam melakukan proses
produksi, kebanyakan perusahaan menghasilkan limbah. Bahkan perusahaan jasa pun
masih mungkin menghasilkan limbah, misalnya berupa kertas-kertas bekas.
Perusahaan yang memiliki kesadaran menjaga lingkungan tentu akan membangun
perangkat pengolah limbahnya, sehingga limbah yang dihasilkan dapat dibuang
setelah dipastikan aman dan tidak merusak lingkungan. Salah satu contoh dampak
lingkungan yang ditimbulkan perusahaan terlihat pada kasus PT. Newmont di Teluk
Buyat, konflik antara warga papua dengan PT. Freeport Indonesia, dan yang paling
parah kasus PT. LAPINDO BRANTAS.
Perusahaan harus dapat
meminimalisir dampak buruk terhadap lingkungan atas limbah yang diproduksi,
sehingga keberadaannya tidak mendapatkan resistensi dari para pemerhati
lingkungan ataupun masyarakat pada umumnya. Pengelolaan limbah yang baik dan
keikutsertaan dalam pemeliharaan lingkungan akan mampu meningkatkan eksistensi
perusahaan. Salah satu cara untuk menjaga eksistensi perusahaan adalah melalui
CSR (Corporate Social Responsibility)
yang akan dibahas lebih lanjut pada bagian lain dari paper ini.
Jika dilihat dari
paradigma kegiatan ekonomi dalam skala yang lebih luas, keberadaan satu
perusahaan juga akan membawa dampak-dampak tidak langsung yang antara lain
terdiri dari:
- Memicu tumbuhnya perusahaan lain, baik sebagai kompetitor, usaha pendukung (supply bahan baku, supply tenaga kerja, supply tenaga ahli (pelatihan), pemasaran), maupun usaha lain yang tidak secara langsung terkait dengan proses produksi perusahaan tersebut (tukang bakso, pasar kaget, ojek, angkot). Dalam hal ini eksistensi perusahaan membawa dampak beruntun (multiplayer effect) bagi pihak lain di luar perusahaan.
- Secara lebih luas, dapat dipahami bahwa posisi perusahaan dalam kegiatan ekonomi makro baik lokal, nasional, maupun internasional/ global akan mempunyai posisi sentral.[7] Perilakunya akan menjadi salah satu tenaga utama penggerak roda perekonomian masyarakat dan negara. Bagi masyarakat, lapangan kerja baru memungkinkan mereka untuk mendapat mata pencaharian, memperoleh pendapatan, dan kemudian akan meningkatkan daya beli. Peningkatan daya beli masyarakat ini juga menjadi sumber pemungutan pajak bagi negara dan juga akan menggerakkan roda perekonomian, serta menjadi salah satu indikator pertumbuhan ekonomi suatu negara. Secara umum, peningkatan daya beli akan berbanding lurus dengan peningkatan kesejahteraan.
Bagi negara, pajak yang diterima dari kegiatan-kegiatan
perusahaan akan menjadi salah satu sumber utama penerimaan pajak. Pajak yang
dikumpulkan kemudian akan dikelola untuk operasional dan pembangunan negara.
- Pembentukan pola dan karakter masyarakat.
Setiap kegiatan dan perilaku perusahaan
apapun bentuknya selalu mempunyai pengaruh dan mempengaruhi masyarakat dan
pihak-pihak ketiganya. Perilaku dan kegiatan perusahaan pada dasarnya sangat besar
pengaruhnya bagi perekonomian lokal maupun nasional bahkan internasional karena
pada dasarnya perusahaan merupakan pelaku ekonomi yang aktif. Demikian juga
tidak menutup kemungkinan bergeraknya perusahaan menjadi maju dan berkembang,
pasti akan diikuti oleh perkembangan masyarakat. Perusahaan, melalui manajemen yang
diterapkannya, berusaha untuk mencapai hasil yang maksimal dengan usaha yang
minimal.[8]
Sebagai bagian dari manajemen perusahaan tentu akan ditanamkan budaya
kerja perusahaan kepada para tenaga kerjanya. Budaya perusahaan seperti kerja
keras, penghargaan atas prestasi, hukuman atas pelanggaran, kedisiplinan,
integritas, dan tanggung jawab yang tinggi akan membentuk karakter dan perilaku
para pekerjanya. Bahkan manajemen waktu, cara berpakaian, dan pola perilaku
para pekerjanya juga sangat dipengaruhi oleh budaya kerja perusahaan.
Pada dasarnya,
perusahaan merupakan organ masyarakat yang mempunyai beberapa fungsi yang
sangat penting bagi pemangku kepentingan pada umumnya:[9]
1.
Perusahaan selalu memenuhi kebutuhan masyarakat, dari
kebutuhan primer, sekunder dan tersier bahkan sampai kebutuhan-kebutuhan
apapun.
2.
Perusahaan mampu menyerap tenaga kerja dan membuka
lapangan pekerjaan baru.
3.
Perusahaan adalah agen pembaharuan dan penerapan IPTEK yang paling
efisien.
4.
Perusahaan melakukan pemasaran barang dan jasa yang
dibutuhkan masyarakat.
Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa keberadaan perusahaan sangat dibutuhkan dan mempunyai
nilai yang sangat penting bagi masyarakat pada umumnya dan perkembangan masyarakat
itu sendiri. Jadi tanpa organ, yang dalam hal ini perusahaan yang
mempunyai berbagai fungsi tersebut, masyarakat tidak mungkin tidak harus
menerima, baik organ demi kelangsungan hidup masyarakat itu sendiri. Meskipun
demikian, betapa baik dan pentingnya perusahaan, tetap mempunyai dua sisi yang
berbeda.[10]
Perusahaan
sebagai organ masyarakat mempunyai dua sisi positif dan penting bagi kehidupan
dan masa depan manusia, terutama dalam mewujudkan kesejahteraan bersama. Tetapi
juga mempunyai satu sisi negatif, yang menimbulkan dampak negatif pada banyak hal.
Dari sisi positifnya perusahaan mampu melakukan banyak hal, antara lain:[11]
Pertama,
perusahaan selalu menawarkan kebutuhan masyarakat dengan semua konsep
inovasinya, yang selanjutnya akan mendorong pembaharuan dan mengadopsi
perkembangan Iptek secara berkesinambungan dan terus menerus yang
menciptakan kesejahteraan bersama. Kedua, perusahaan
merupakan salah satu pusat kegiatan ekonomi di dalam masyarakat yang mampu
menciptakan lapangan pekerjaan baru, dan juga mampu melahirkan kesejahteraan
baru.
Dari aspek sosial dan ekonomi, sudah jelas dimana eksistensi
perusahaan (apapun bentuk dan statusnya). Tetapi dari aspek hukum keberadaan
perusahaan masih membutuhkan hal utama yaitu legalitas hukum. Legalitas perusahaan dimaksud meliputi:
1.
Legalitas institusional, yaitu persyaratan dan prosedur yang harus
dipenuhi bagi badan-badan usaha, apakah berstatus badan hukum atau tidak,
sehingga institusi yang bersangkutan berdiri secara sah menurut
hukum.
2.
Legalitas operasional, yaitu persyaratan-persyaratan
yang harus dipenuhi bagi badan-badan usaha yang bersangkutan, baik yang
berbadan hukum maupun badan hukum agar dapat melakukan kegiatan perusahaan
(dapat beroperasi secara sah).
CSR
sebagai konsep penjaga eksistensi perusahaan
Maraknya
peristiwa kerugian yang dialami oleh suatu komunitas masyarakat karena
kerusakan lingkungan hidup tempat mereka tinggal akibat beroperasinya suatu
perusahaan makin menimbulkan sinisme masyarakat terhadap keberadaan suatu
perusahaan. Apakah perusahaan memang
didirikan semata-mata hanya untuk mengejar keuntungan, yaitu keuntungan para
pemegang sahamnya dan mengabaikan kepentingan masyarakat sekitar dan lingkungan
hidup di mana perusahaan menjalankan aktivitas bisnisnya? Apa sebenarnya yang menjadi
tujuan didirikannya suatu perusahaan?
Sebenarnya
berdirinya suatu perusahaan tak terlepas dari peran perusahaan tersebut
terhadap masyarakat sekitarnya. Seperti dikatakan oleh B. Tamam Achda, memang
diakui bahwa di satu sisi sektor industri atau korporasi skala besar telah
banyak memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi nasional, tetapi di sisi lain eksploitasi
sumber-sumber daya alam oleh industri telah menyebabkan terjadinya degradasi
lingkungan yang parah.[12] Hal
inilah yang menjadikan konsep Corporate Social Responsibility (CSR) relevan dan penting
(perlu) dilaksanakan oleh perusahaan-perusahaan.
Apa itu
CSR?
Sesuai
situs online Wikipedia, definisi CSR adalah sebagai berikut:
CSR is a process with the aim to embrace responsibility for
the company's actions and encourage a positive impact through its activities on
the environment, consumers, employees, communities, stakeholders and all other
members of the public sphere who may also be considered as stakeholders.
Terjemahan
bebasnya sebagai berikut: CSR adalah suatu proses dengan tujuan untuk menghimpun tanggung jawab dari aksi-aksi
perusahaan dan mendorong dampak positif melalui aktivitasnya pada lingkungan,
para konsumen, para karyawan, komunitas-komunitas, pemegang saham, dan semua
anggota lain dari lingkungan masyarakat yang mungkin dipahami sebagai pihak
yang terlibat.
Definisi yang diterima luas oleh para
praktisi dan aktivis CSR adalah definisi menurut The World Business Council
for Sustainable Development sebagai
berikut:
Corporate Social
Responsibility is the continuing commitment by business to behave ethically and
contribute to economic development while improving the quality of life of the
workforce and their families as well as of the local community and society at
large. [13]
Terjemahan
bebasnya sebagai berikut: CSR merupakan suatu komitmen terus-menerus dari
pelaku bisnis untuk berlaku etis dan untuk memberikan kontribusi bagi
perkembangan ekonomi sambil meningkatkan kualitas hidup para pekerja dan
keluarganya, juga bagi komunitas lokal dan masyarakat pada umumnya.
Dari
definisi ini kita melihat pentingnya ‘sustainability’ (kesinambungan/
kelanjutan), yaitu dilakukan secara terus-menerus untuk efek jangka panjang dan
bukan hanya dilakukan sekali-sekali saja. Konsep CSR memang sangat berkaitan
erat dengan konsep sustainability development (pembangunan yang
berkelanjutan). Dalam konsepnya, faktor kesukarelaan sangat mendominasi, dan
sebenarnya hal tersebut tidak sesuai dengan prinsip ekonomi dan tujuan utama perusahaan untuk mengejar keuntungan.
Dengan
demikian, menjawab pertanyaan yang diutarakan sebelumnya, pijakan tanggung
jawab perusahaan tidak hanya terbatas pada sisi finansial saja (single
bottom line) untuk mencari keuntungan, melalui konsep CSR ini kini dikenal
konsep ‘the triple bottom line’,
yaitu bahwa tanggung jawab perusahaan berpijak pada 3 dasar: keuntungan/
finansial, sosial, dan lingkungan. Konsep tanggung jawab perusahaan ini juga
dikenal dengan 3P, TBL, atau 3BL (profit, people, planet). Frasa ‘the triple bottom line’ sebenarnya
diperkenalkan pertama kali pada tahun 1997 oleh John Elkington, pendiri usaha
konsultan Inggris yang bernama SustainAbility.[14]
Tanggung
Jawab Sosial Perusahaan (TJSP), pada dasarnya berawal dari rasa bertanggung
jawab secara personal pada suatu lingkungan dunia usaha, yang muncul dari
pribadi-pribadi yang peka kepada sesama. Rasa tersebut timbul dan berkembang
sebagai suatu yang harus dilakukan mengingat adanya kesenjangan keadaan sosial
ekonomi yang tajam, antara unsur tenaga kerja dengan unsur pemilik dan pengurus
dalam dunia usaha tersebut.[15]
Berangkat
dari keadaan tersebut, lahirnya konsep Tanggung Jawab Sosial Perusahaan yang
berada pada sasaran kewajiban-kewajiban moral. Dari kewajiban-kewajiban moral
yang bergerak antara kesejahteraan pada lingkungan tertentu, menimbulkan pula
suatu konsep bahwa yang harus diwujudkan adalah kesejahteraan bersama. Hal ini
baru menjangkau pada kesejahteraan bersama pada lingkungan perusahaan
masing-masing. Kesejahteraan yang bersifat terbatas, makin meluas yang diikuti
oleh gerakan-gerakan yang sama sehingga menjadi suatu konsep positif yang
menjadi tanggung jawab institusional. Dalam hal ini perlu dilakukan penerapan
TJSP yang meliputi suatu pelaksanaan untuk menerapkan:[16]
- Upah minimal yang pantas untuk hidup layak.
- Keselamatan kerja yang cukup untuk melindungi tenaga kerja.
- Jaminan sosial yang pantas untuk masa depan tenaga kerja dan keluarganya dengan pantas.
- Upah minimal yang pantas untuk hidup layak.
- Keselamatan kerja yang cukup untuk melindungi tenaga kerja.
- Jaminan sosial yang pantas untuk masa depan tenaga kerja dan keluarganya dengan pantas.
Konsep
di atas menjadi sangat manusiawi bagi tenaga kerja maupun masa depan perusahaan. Meskipun demikian lahirlah perkembangan
baru atas kesadaran mengenai alam dan lingkungan. Konsep TJSP selanjutnya menjadi sesuatu hal
yang berdasarkan kearifan manusia, tidak hanya menjadi kewajiban moral, tetapi
menjadi kewajiban yang mempunyai tujuan menuju pencapaian kesejahteraan
warganegaranya, secara sadar pasti mengatur hal-hal yang berkaitan dengan TJSP.[17]
Bagaimana CSR bisa meningkatkan
eksistensi perusahaan?
Konsep CSR ini sebenarnya
telah diterapkan pada UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Kurang
lebih dapat ditemukan pada rumusan Pasal 1 angka 3, Pasal 66, dan Pasal 74.
Pengaturan CSR juga terdapat pada peraturan lain: UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Dalam UU Nomor 40 Tahun 2007 dikenal istilah
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (TJSP), yang didefinisikan sebagai komitmen
perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna
meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi
perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.[18]
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, bahwa kini
dikenal 3P (profit, people, planet)
sebagai konsep tanggung jawab perusahaan. Dari sudut pandang prinsip ekonomi,
sebenarnya konsep 3P tersebut tidak tepat, karena perusahaan akan berusaha
mencapai keuntungan sebesar-besarnya dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya.
Hal ini juga lah yang menjadi kritik bagi CSR, bahwa konsep CSR bertentangan dengan
fitrah perusahaan. Milton Friedman dan yang lainnya berpendapat bahwa tujuan
perusahaan adalah memberikan keuntungan sebesar-besarnya kepada pemegang
sahamnya, dan karena hanya manusia yang mempunyai tanggung jawab sosial,
perusahaan hanya memiliki tanggung jawab kepada para pemegang sahamnya bukan
pada masyarakat secara keseluruhan.[19]
Peter Mahmud Marzuki
pun berpendapat bahwa seharusnya tidak perlu ada CSR bagi perusahaan, karena
perusahaan sudah membayar pajak dan oleh karenanya menjadi tanggung jawab
sosial menjadi tanggung jawab negara. Lebih lanjut, Peter manyatakan bahwa
tujuan perusahaan hanya ada satu, yakni profit.[20] Akan tetapi mencermati dampak buruk penerapan
prinsip ekonomi secara mutlak menjadi salah satu pemicu munculnya konsep 3P
tersebut.
Kemunculan konsep 3P tersebut sangat beralasan,
karena baik profit, people, maupun planet merupakan unsur penting
keberlangsungan setiap perusahaan. Sesuai tujuan utama pembentukannya,
perusahaan akan berusaha untuk mengumpulkan keuntungan. Penerapan manajemen
yang baik akan mampu membawa perusahaan mencapai tujuan utamanya itu. Namun tentunya tidak mudah
untuk meraih keuntungan, karena dalam perjalanannya perusahaan tidak hanya
menghadapi masalah internal saja, melainkan juga faktor eksternal seperti adanya
pesaing, kondisi ekonomi global, dan sebagainya. Selain manajeman,
faktor-faktor penting untuk dapat meraih keuntungan antara lain teknologi,
inovasi, dan pasar. Jika dalam
perjalanannya sebuah perusahaan menuai keuntungan, maka perusahaan tersebut akan
existing dan bahkan mungkin melakukan
pengembangan perusahaan.
Mengenai tanggung jawab kedua, people, perusahaan sangat tergantung pada unsur ini. Sejatinya
sebuah perusahaan terdiri dari kumpulan orang dan dijalankan oleh orang. Tidak
ada perusahaan yang terdiri dari kumpulan mesin dan dijalankan oleh mesin.
Perusahaan juga membutuhkan masyarakat sebagai partner, baik sebagai supllier
tenaga kerja, sebagai supporting agent,
dan bahkan sebagai konsumen. Oleh karenanya perusahaan perlu untuk menjaga keberlangsungan
kehidupan manusia pada umumnya, sehingga mereka dapat terus melakukan produksi,
distribusi, dan pada akhirnya produk mereka dikonsumsi. Tidak mungkin
perusahaan terus memproduksi jika produknya tidak lagi dibutuhkan atau
dikonsumsi karena kondisi tersebut akan membawanya pada kerugian, dan tentunya
bertentangan dengan tanggung jawab perusahaan yang pertama (profit). Menjadi jelas bahwa perusahaan
membutuhkan orang dan masyarakat (people) demi eksisntensinya.
Tanggung jawab ketiga adalah planet. Tanggung jawab terakhir ini sangat erat kaitannya dengan
penjagaan kelestarian lingkungan. Pada mulanya, ketika perusahaan hanya
mengejar keuntungan semata, sumber daya alam dieksploitasi tanpa memperhatikan
kelestariannya. Limbah produksi juga dibuang begitu saja tanpa mengindahkan
dampaknya pada lingkungan. Namun lambat laun mulai dirasakan dampak buruk
eksploitasi alam demi kepentingan ekonomi, perubahan cuaca yang ekstrim,
semakin menipisnya sumber daya alam, dan ketidakmampuan bumi untuk memenuhi keinginan
serakah manusia, atau dalam hal ini perusahaan. Bermula dari fenomena tersebut,
muncul pemikiran bahwa perusahaan berkewajiban juga untuk menjaga kelestarian
lingkungan, kelestarian bumi. Dalam konteks pengetahuan awam dan umum, tidak
ada perusahaan yang didirikan di luar planet bumi. Semua perusahaan membutuhkan
bumi sebagai tempat mereka berdiri, beraktivitas, dan berkembang (as a planet to be existing).
Sumber
daya alam yang dieksploitasi perusahaan makin lama menjadi makin berkurang daya
dukungnya, karena sifatnya yang terbatas dan tidak terbarukan. Hal ini mulai
disadari sehingga konsep tanggung jawab terhadap lingkungan juga berkembang.
Manusia secara pribadi dalam institusi dan Negara serentak sadar bahwa
lingkungan dan sumber daya alam perlu dilindungi untuk kepentingan manusia dan
kemanusiaan dimasa yang akan datang.[21] Oleh
karenanya perusahaan, sebagai bagian dari penghuni bumi, bertanggung jawab juga
untuk memanfaatkan dan menjaga bumi dan seluruh sumber dayanya dengan cara yang
bijak, tidak mengejar keuntungan semata.
Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan, apabila dilaksanakan dengan benar, akan memberikan dampak positif
bagi perusahaan, lingkungan, termasuk sumber daya manusia, sumber daya alam dan
seluruh pemangku kepentingan dalam masyarakat. Perusahaan yang mampu sebagai
penyerap tenaga kerja, mempunyai kemampuan memberikan peningkatan daya beli
masyarakat, yang secara langsung atau tidak, dapat mewujudkan pertumbuhan
lingkungan dan seterusnya. Mengingat kegiatan perusahaan itu sifatnya simultan,
maka keberadaan perusahaan yang taat lingkungan akan lebih bermakna.[22]
Pada dasarnya setiap
kegiatan perusahaan yang berhubungan dengan sumber daya alam, pasti mengandung
nilai positif, baik bagi internal perusahaan maupun bagi eksternal perusahaan
dan pemangku kepentingan yang lain. Meskipun demikian nilai positif tersebut
dapat mendorong terjadinya tindakan-tindakan dan perbuatan-perbuatan yang
akhirnya mempunyai nilai negatif, karena merugikan lingkungan, masyarakat
sekitar atau masyarakat lain yang lebih luas. Nilai negatif yang dimaksud
adalah seberapa jauh kegiatan perusahaan yang bersangkutan mempunyai potensi
merugikan lingkungan dan masyarakat. Atau seberapa luas perusahaan lingkungan
terjadi sebagai akibat langsung dari kegiatan perusahaan.[23]
Perusahaan yang pada satu
sisi pada suatu waktu menjadi pusat kegiatan yang membawa kesejahteraan bahkan
kemakmuran bagi masyarakat, pada satu saat yang sama dapat menjadi sumber
petaka pada lingkungan yang sama pula. Misalnya terjadi pencemaran lingkungan atau
bahkan menyebabkan kerusakan alam dan lingkungan lain yang lebih luas.[24]
Berdasarkan uraian di
atas, maka CSR merupakan konsep yang tepat dan perlu diterapkan oleh perusahaan yang ingin
menjaga eksistensinya. Meskipun dari sudut pandang prinsip ekonomi dan tujuan
utama perusahaan CSR 'tidak sejalan', akan tetapi penerapannya akan membawa
dampak positif bagi berusahaan, terutama citranya di mata masyarakat.
Simpulan
Perusahaan perlu menjaga atau bahkan
meningkatkan eksistensinya dalam masyarakat karena antara masyarakat, negara,
dan perusahaan merupakan tiga entitas yang saling membutuhkan.
CSR merupakan konsep yang tepat dan perlu diterapkan oleh perusahaan
yang ingin menjaga eksistensinya. Meskipun dari sudut pandang prinsip
ekonomi dan tujuan utama perusahaan CSR 'tidak sejalan', akan tetapi
penerapannya akan membawa dampak positif bagi perusahaan, terutama citranya di
mata masyarakat.
[1] Sri Redjeki Hartono, Hukum
Ekonomi Indonesia, Bayumedia, Malang, 2007, hlm 9-10.
[2] ibid, hlm 15.
[3] ibid.
[4] Sri Redjeki Hartono,
disampaikan dalam perkuliahan S2 Hukum UNDIP tanggal 10 September 2012.
[5]
Sri Redjeki Hartono, op cit. hlm 46.
[6] ibid, hlm. 42-43
[7] Sri Redjeki
Hartono, Kapita Selekta Hukum Perusahaan, Mandar Maju, Bandung, 2000,
hal. 27
[8] ibid
[9] Sri Redjeki Hartono, Tanggung
Jawab Sosial Perusahaan, Suatu Kajian Komprehensif, 2010.
[10] ibid.
[11] ibid.
[12] Achda, Tamam B., “Konteks
Sosiologis dan Perkembangan Corporate Social Responsibilities dan
Implementasinya di Indonesia” disampaikan pada Seminar Nasional : A Promise of
Gold Rating : Sustainable CSR, 23 Agustus 2006, dalam http://www.menlh.go.id/a-promise-of-gold-rating-sustainable-csr/
[13] Lord Holme and Richard
Watts, Making Good Business Sense, dalam http://www.mallenbaker.net/csr/definition.php
[14] Elkington, J., “Cannibals
with Forks: the Triple Bottom Line of 21st Century Business”, Capstone, 1997
dalam http://www.economist.com/node/14301663
diakses pada 20 Oktober 2012.
[15] Sri Redjeki Hartono, op.
cit.
[16] ibid.
[17] ibid.
[18]
Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
[19] Terjemah bebas dari
pendapat Milton Friedman dalam http://en.wikipedia.org/wiki/Corporate_social_responsibility#Criticisms_and_concerns
diakses pada tanggal 20 Oktober 2012.
[20] Peter Mahmud Marzuki,
disampaikan dalam kuliah Hukum Perdagangan Internasional, MIH Undip, 1 November
2012.
[21] Sri Redjeki Hartono, op.
cit.
[22] ibid.
[23] ibid.
[24] ibid.
No comments:
Post a Comment